Kamis, 25 Agustus 2011

SUPER LOVER / CHAPTER II

Waktu terasa lebih cepat. Tentang hubungan antara Sandra dan Devano. Tentang hubungan antara Mina dan Rio. Tentang hubungan Sandra Emilo dan Mina. Semua terlalu rumit. Mereka semua tak tau apakah pilihan mereka tepat, atau sebaliknya. Saat ini Sandra sedang berbunga-bunga bersama Devano, kekasihnya. Mina sedang menghadapi masalah bersama Rio yang tiba-tiba diam. Dan perih di hati Emilo masih mengoyak jantungnya.

“hallo?” Sandra mengangkat telfon dari Emilo—setelah beberapa hari tak ada hubungan antara keduanya.

“Aku tunggu kamu di balkon gedung.” Ujar Emilo datar.

“ada apa Milo?” Sandra mencoba untuk mengungkap keanehan Emilo.

“kamu cukup datang kesini. Dan semua yang ingin kamu tau akan terungkap.” Jawab Emilo singkat. Ia mematikan telfonnya tanpa aba-aba. Sandra menatap layar handphonenya. Masih bertanya-tanya tentang semuanya. Sandra berjalan menuju balkon stasiun TV itu. Saat itu mereka memang berada di gedung yang sama tapi di acara yang berbeda. Sandra tak tau bahwa Emilo ada di gedung ini juga. Ribuan tanya muncul di benaknya. Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan Emilo? ada apa dengannya? Ada apa dengan hubungan mereka? Hati Sandra sedikit kalut saat itu. ia takut melihat Emilo—tak tau mengapa. Seolah ia merasa sangat bersalah. Ia tau ada sesuatu yang di benci Emilo darinya saat ini. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya dan mencoba untuk se-rileks mungkin. Ia sampai di pintu balkon. Samar-samar ia melihat punggung Emilo. lelaki meletakan tangannya di terali pembatas balkon. Membiarkan rambut dan pakaiannya terhempas angin. Sandra melangkah pelan ke samping Emilo. lelaki itu tak mengubah posisinya. Seolah tak merasa ada seseorang di sampingnya. Sandra menatapnya iba. Ia bukanlah Emilo yang ia kenal. Ia terlihat lebih berantakan. Tak serapi yang dulu.

“ada apa?” Sandra memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. Emilo masih terdiam menatap langit di depan matanya dari ketinggian.

“aku nggak tau.” Celetuknya. Ia menghela nafasnya—terlihat lebih serius. Sesekali rambutnya diterpa angin. Sandra mengelus punggung lelaki itu.

Please jangan buat aku lebih mencintai kamu lagi

Benak lelaki itu. sesekali ia menutup matanya. Meresapi sentuhan Sandra. Ia tau sebentar lagi hubungan antara mereka berdua akan berubah. “aku mencintaimu.” Celetuk Emilo. kata-kata itu kini terlepas dari bibirnya tanpa beban. Sandra menoleh melihat wajah lelaki itu—ia terkejut. Emilo masih di posisinya. Dengan wajah yang sama—tenang, walaupun sedikit serius.

“Milo?”

“jangan dijawab.” Lanjut Emilo. “aku nggak meminta jawaban kamu.” Ia sama sekali tak melihat ataupun menatap Sandra. “aku hanya ingin kamu tau, bahwa aku mencintaimu. Aku nggak peduli, kamu mencintai aku atau nggak. Aku hanya ingin kamu tau perasaanku. Dan aku akan terus mencintai kamu, walaupun kamu nggak sedikitpun mencintai aku.” Sandra terpaku mendengarnya. Ia benar-benar terkejut mendengar semuanya. Semua yang ia pertanyakan. Dan sekarang, semua pertanyaan di benaknya terjawab sudah. Emilo membalikan badannya, dan berjalan menuju pintu balkon. Sesaat langkahnya terhenti. “selamat, kamu udah dapetin seseorang yang kamu sebut cinta.” Emilo melanjutkan langkahnya.

“Milo.” Sandra mencoba menghentikan langkah lelaki itu dengan suaranya. Namun Emilo telah menghilang. Lenyap dari mata Sandra. Sama sekali tak mendengarkan panggilannya. Tanpa sadar, air mata mengalir dari mata Sandra. Ekspresinya masih sama seperti saat ia mendengar pengakuan Emilo—terkejut. Ia duduk bersandar di Pagar pembatas balkon itu. melipat kakinya, mencoba meraih kenyamanan. Hembusan angin menambah kepedihan batinnya. Ia tak tau, mengapa disaat Emilo meninggalkannya, hatinya terluka. hatinya hancur. Ia tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Emilo meninggalkannya tanpa jawaban. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Ia tak menginginkan jawaban. Ia tak menginginkan jawaban Sandra, apakah ia menyukainya juga atau tidak. Wanita itupun tak tau apa yang harus ia jawab. Ia tak mengerti perasaan yang ada di dalam hatinya.

Emilo terduduk lemah di dalam mobilnya. Ia masih berada di dalam area parker gedung stasion TV itu. ia menangis—walaupun tak tersedu-sedu. Ia tak menyangka bisa mengatakanya. Dan ia tak menyangka bisa meninggalkan wanita itu seorang diri. Ia tak punya pilihan lain lagi kecuali mengubur perasaannya dalam-dalam. Ia adalah Artis papan atas. Semua yang ia inginkan bisa dengan cepat ada di depan matanya. Tapi tidak dengan Sandra. Ia tau sampai kapanpun ia tak akan dapatkan hati wanita itu. ia terlalu indah baginya. ia akan terlalu sempurnya jika dapat memiliki wanita itu. jadi ia mencoba untuk merelakannya. Merelakan semua kenangan dan cintanya musnah dengan perlahan. Tidak bertemu dengannya lagi adalah jalan satu-satunya untuk melupakan semuanya. Ia menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan gedung itu.


Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Rio kini keluar dari rumah sakit. Kakinya yang patah sudah mulai sembuh. Mina mendorong kursi rodanya menuju rumahnya. Hubungan mereka mulai membaik. Satu hal yang dipinta Rio—tinggal dirumah Mina. Mina sedikit terkejut. Namun ia menerimanya. Ia mencintai lelaki itu.dan ia akan memberikan apapun yang ia mau. Ia tak tau dari mana perasaan itu kian bertambah. Namun kali ini ia terlihat lebih dewasa dan sabar. Mereka sampai di rumah milik Mina. Mina membawanya ke taman untuk menghirup udara segar. Akhir-akhir ini Rio sedikit pendiam. Ia tak banyak bicara lagi. Ia lebih menerima apapun yang dikatakan Mina. Mina membawakan segelas teh hangat untuk Rio. Lelaki itu tersenyum dan meraih teh itu.

“Mina.” Celetuk Rio. Mina menatapnya dan tersenyum tulus. “kamu tau betapa aku cinta kamu? Kamu tau betapa takutnya aku kehilangan kamu?” lelaki ini mulai terlihat romantis. Mina tersipu malu. Wajahnya memerah.

“aku tau. Aku tau kamu banget banget sayang sama aku. Begitupun aku ke kamu.” Mereka berpelukan. Sudah lama Rio tak merasakan pelukan gadis ini. Terlalu lama setelah pertengkaran mereka yang berlarut-larut.

“aku mau kamu tau. Aku akan ngelakuin apapun, agar kamu bahagia.” Lanjut lelaki itu. mereka masih berpelukan.

“Sandra?” Maya menemukan modelnya sedang duduk di balkon gedung stasiun TV—masih. Wanita itu menoleh. Air matanya mengering, menggoreskan garis di pipinya. Sandra terdiam ia menatap Maya yang mulai mendekatinya. Sandra memeluknya. “ kamu kenapa?” tanya Maya panik.

“aku bingung.” Jawab Sandra dengan suara seadanya. Sandra menjelaskan semuanya. Tentang Emilo. tentang Devano. Dan tentang perasaannya. Mereka masih berada di balkon itu.

“aku tau kamu Sandra.” Maya tersenyum tulus. “ kamu wanita yang kuat. Kamu bisa lewatin ini semua. Kamu nggak perlu berfikir untuk mengatasi hal ini. Kamu hanya perlu mengikuti hati kamu.” Ia menoleh melihat ekspresi Sandra. Wanita itu menunduk malu.

“aku nggak tau mbak..” ia mulai berbicara lagi. “aku bingung. Disisi lain aku mencintai Devano. Dan di sisi lain aku nggak mau kehilangan sahabat aku, Emilo.” Maya menggenggam tangan Sandra.

“percaya sama mbak. Kamu bisa mengatasinya. Biarin Tuhan menentukan takdirnya. Kalo Tuhan memang mengirimkan Devano untuk kamu, kamu harus menjalani semuanya. Tapi kalo Tuhan membelokan alur cerita, mungkin Emilo bisa menjadi salah satu takdir kamu.” Tutur Maya.

“apa aku harus mencintai Emilo?” tanya Sandra. Maya tersenyum.

“kamu hanya perlu merasakan hati kamu.” Maya terus mencoba menenangkan Sandra. Ia tak ingin wanita ini terluka karena lelaki untuk kesekian kalinya. Ia sudah sangat mengenal Sandra. Ia terlalu baik dengan semua orang. Terlalu ramah dengan orang-orang disekitarnya sehingga banyak orang yang salah berfikir tentangnya. Ia terlalu banyak memberi harapan kepada lelaki-lelaki itu, sampai akhirnya mereka terjebak di dalam cinta yang bertepuk sebelah tangan. Sandra memeluk wanita yang sedikit lebih tua darinya itu. pelukannya erat seperti menandakan rasa galau hatinya.

Emilo berada di depan rumah Mina. Ia mengetuk pintunya berkali-kali setelah ketukan pertama tak ada jawaban. Mina terbangun dari tidurnya. Ia melihat di sampingnya Rio sedang tertidur. Ia baru saja menonton film dengan kekasihnya sampai akhirnya mereka berdua tertidur di sofa lebar milik Mina. Mina mencoba selembut mungkin untuk bangkit dari pelukan Rio. Ia menoleh kea rah lelaki itu dan tersenyum. Wajah polosnya terlihat bodoh. Ia segera berbalik dan melangkah menuju pintu

“Kak Milo?” Mina terkejut melihat lelaki tinggi itu berada di depan matanya untuk ketiga kalinya. Lelaki itu mencoba tersenyum.

“aku ingin mengembalikan ini.” Emilo menunjukan pakaian yang diberikan Mina saat ia berada di rumah itu. Perlahan Mina mengambilnya.

“kakak nggak perlu susah-susah ngembaliin kok.” Ujarnya.

“aku cuma nggak mau ngerepotin kamu lagi. Um, maaf ya.. kemarin.. aku terlihat bodoh.” Emilo menggaruk kepalanya. “maaf udah peluk kamu tanpa izin.” Mina tersipu malu lagi. Tak ada kata-kata lagi yang keluar dari bibirnya. Mereka berdua membeku.

“makasi buat semuanya kak.” Mina tersenyum. Emilo berpamitan untuk pergi dan Mina segera menutup pintunya.

Emilo masuk ke dalam mobilnya. Jantungnya berdetak kencang—ia baru menyadarinya. Apa yang terjadi saat ia melihat gadis itu? itu tidak mungkin seperti yang ia pikirkan. Mereka hanya berstatus idola dan penggemar, tidak lebih. Namun timbul dibenaknya bahwa ia harus secepatnya melupakan Sandra. Ia tidak bisa hidup dengan bayang-bayang wanita itu. ia harus bisa melupakannya. Harus.

Dua hari kemudian—Sandra berada di depan rumah Devano. Lelaki itu berada di sampingnya seakan menggiring Sandra masuk kedalamnya.

“Sandra? Akhirnya kamu datang.” Ibu Devano segera menyambutnya. Ia seakan menjadi putri disana. Apapun yang ia inginkan ada. Terlebih lelaki yang ia cintai yang selalu ada di sampingnya. “jadi kapan?” lanjut wanita tua itu di sela-sela makan malam. Kedua pasangan itu saling menatap tak mengerti. “Jadi kapan kalian akan serius dengan hubungan ini?” jelas wanita itu.

“um, mungkin belum, Ma. Sandra masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan aku juga masih sibuk ngurus V magazine.” Jelas Devano. Sandra hanya tersenyum menanggapi. Ia tak ingin terlihat tak sopan di depan wanita agung itu.

“Sandra kan bisa berenti kerja. Bisa temenin Mama di rumah. dan Mama akan memberikan perusahaan itu sepenuhnya ke kamu.” Jawab wanita itu. Devano terkejut. Ia tersedak oleh makanannya.

“perusahaan itu?”

“mama tau, kamu udah bisa ngurus perusahaan itu dengan baik.” Wanita itu berusaha meyakinkan. Makan malam itu berlangsung lancar. Walaupun Ayah Devano tak ada disana. Ia sedang berada di Thailand untuk mengurus cabang baru perusahaannya. Namun itu tak menjadi masalah bagi Sandra. Bertemu dengan Wanita itu saja telah membuatnya bangga. Dan kini anak wanita itu adalah kekasihnya. Malam semakin larut dan Devano mengantar Sandra untuk pulang.

“mama nanya kapan kita married.” Celetuk Devano ketika berada di mobil.

“so? Kamu tau kita berdua masih sibuk. Dan kita belum genap 6 bulan pacaran.” Jawab Sandra.

“aku tau. Tapi apa kamu nggak percaya aku? Setelah kamu jadi istri aku, kamu nggak perlu kerja lagi. Hidup kamu udah terjamin sama aku. Kamu nggak akan menderita.” Jelas Devano.

“ini bukan masalah kamu bisa menjamin hidup aku atau gimana, tapi ini masalah karier aku, masalah mimpi aku yang kini jadi kenyataan. Dan kamu mau menguburnya dalam-dalam?” Sandra sedikit emosi saat itu. suasana sedikit tegang.

“maksud aku bukan gitu. Aku cuma mau kamu bahagia Sand.” Sandra membisu hampir di setengah perjalanan menuju rumahnya. Akhir-akhir ini hubungan mereka sedikit retak. Sandra tak tau mengapa, ia merasakan cintanya terhadap Devano mulai pudar. tapi ia tak ingin membuat Lelaki itu sakit. Ia tak ingin berada di dalam pribahasa ‘habis manis sepah dibuang.’ Ia akan terus mencoba mengukir cintanya pada Devano, walaupun hatinya sedikit ragu. Ia akan terus mencoba untuk mengisi hati dan pikirannya dengan Devano. Ia takut perasaannya salah. Ia takut, hubungan ini akan berakhir sia-sia. Ia takut sewaktu-waktu ia akan menyakiti hati Devano.

Emilo berada di dalam kamarnya. Di depan dinding yang terhias rangkaian gambar-gambar Sandra. Ia menatapnya. Satu-persatu. Kini tak ada lagi ‘semua waktu untuk Sandra’. Tak ada lagi ‘aku selalu ada untuk Sandra’. Setiap menatap wajah itu, hatinya hancur. Namun jujur dari lubuh hatinya yang paling dalam, ia tak bisa tidak melihat wanita itu dan bermimpi tentangnya. Wanita itu sudah menjadi heroin bagi Emilo. semakin dalam ia mencintainya. Semakin dalam perih yang akan dirasakannya. Menyakitkan, tapi ia menyukainya. Sungguh sulit di jelaskan. Cinta memang rumit. Tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Mencintai seseorang memang indah. Melihatnya tersenyum karena kita. Melihatnya bahagia disamping kita. Seolah kita sudah memilikinya. Seolah ia mempunyai perasaan yang sama dengan kita. Emilo sadar tentang perasaan Sandra. Wanita itu tak pernah mencintainya. Ia hanya menganggapnya teman. Hatinya teriris memikirkan kata ‘teman’ diantara hubungan mereka. Ini adalah puncak perasaannya. Puncak perasaannya yang menggebu-gebu. Puncak perasaannya yang meluap-luap. Dan semuanya sia-sia.

Ia mulai menurutkan satu persatu gambar-gambar itu. memasukannya kedalam sebuah box. Dan menguburnya di taman rumahnya. Ia berharap perasaannya juga ikut terkubur didalamnya. Ia menatap box itu untuk terakhir kalinya dan mulai menutupinya dengan tanah. Ia harus bisa keluar dari jeratan itu. jeratan kepedihan yang penuh dengan kepalsuan. Ia ingin bisa mencintai orang lain, selain Sandra. Namun hatinya sendiri enggan untuk melakukannya.

“halo” Mina menjawab telfon rumahnya yang berdering kencang di pagi hari.

“aku butuh kamu jam 05.00 sore ini, di pantai.” Jawab Emilo di ujung sana.

“ada apa?” Mina penasaran.

“nanti kamu juga tau.” Emilo menutup telfon. Mina terbengong. Seorang Superstar menghubunginya pagi ini dan ia biasa-biasa saja? Ia bahkan mengajaknya bertemu! Ya. Ia tau. Hubungannya dengan Emilo kini menjadi dekat. Hubungan antara idola dan penggemar itu kian dekat. Mina mendekati Rio dari kejauhan. Lelaki itu sedang menikmati sinar matahari ditubuhnya di atas kursi rodanya. Mina mengatakan Itu baik untuk kesehatannya. Ia mengelus pundak lelaki itu. lelaki itu menoleh.

“tadi siapa?” tanya Rio acuh tak acuh.

“… Milo.” Mina sedikit berat mengatakannya. Rio berusaha untuk setenang mungkin mendengar jawaban Mina.

“Emilo?”

“ya. Dia ngajak aku ketemu. Nanti sore.” Mina berusaha menjelaskan. Ia melihat perubahan wajah dari lelaki itu. “aku bisa bilang ‘nggak bisa kok’. Aku nggak akan kesana.”

“Mina.” Rio menggenggam tangan Mina dengan halus. “kalo kamu bilang itu untuk meminta persetujuan aku. Aku akan memberikan izin.” Rio menatap matanya tulus. “pergilah.. aku percaya kamu.” Rio memeluk wanita itu.

Walaupun mendapat izin dari kekasihnya, Mina masih sedikit ragu. Ia tak ingin menyakiti kekasihnya. Ia tak ingin membuatnya terluka. namun lelaki itu terus memaksanya pergi. Sementara disisi lain, Rio mulai mengikhlaskan Mina. Ia akan membiarkan Mina mengaggumi lelaki itu. beberapa hari bersama Mina, membuatnya percaya akan kekuatan cinta Mina. Bagaimanapun, Emilo sudah ada di hati Mina sebelum dirinya.

“kamu nggak apa-apa aku tinggal?” Mina sudah siap dengan pakaiannya. Hari mulai sore.

“ya. Aku bisa kok.” Jawab Rio meyakinkan.

“aku nggak akan lama.” Mina tersenyum. Ia memeluk lelaki itu untuk kesekian kalinya.

“aku percaya kamu.” Kata-kata itu terus meluncur dari bibir Rio.

Mina sampai di tempat yang Emilo katakan. angin mulai bertiup kencang. Namun tempat itu sepi. Hanya deburan ombak dan kicauan burung-burung yang akan pulang ke sarangnya. Tiba-tiba matanya tertutup oleh sepasang tangan.

“kamu diem aja. Ikutin aku.” Celetuk pemilik tangan itu. Mina tau. Itu adalah Emilo. Ia menuruti kemauan lelakin itu. setelah beberapa lama berjalan ke tempat yang dituju dengan mata tertutup, akhirnya Emilo menghentikan langkah Mina. Mata Mina terbuka. tempat itu terang. Sangat terang dengan beberapa lampion warna warni. Mina ternganga. Semuanya sangat indah. Ia tidak pernah melihat tempat seindah ini. Emilo berlari jauh di depan Mina. Ia mengambil beberapa balon dan melepasnya. Seketika itu, balon-balon itupun terbang dan membentangkan sebuah kain putih bertuliskan:

“would you be my girl, MINA?”

Mina tambah terkejut. Ia terdiam melihat kata demi kata di angkasa itu. ia tak tau bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Emilo. sedangkan lelaki itu sedang tersenyum cerah jauh di depan matanya. Emilo mulai mendekat. Ia menyentuh tangan Mina.

“aku tau ini terlalu cepat. Tapi sejak kamu nggak ada di rumah lagi, aku ngerasa kehilangan. Aku ngerasa tanpa kamu, hidupku kembali mati. Kamu udah menghidupkan hatiku lagi Mina. Would you be my girl?” ia menggenggam tangan gadis itu. Mina menatapnya dan melepas tangannya dari Emilo.

“aku nggak bisa kak.” Ia berjalan meninggalkan Emilo. entah apa yang membuat hatinya terluka. ia tak mengerti apa yang dirasakannya. Ia merasa dipermainkan. Tapi dipermainkan bagaimana? Ia sama sekali tidak mempunyai alasan untuk mengatakannya seperti itu. Emilo menghalangnya. Lelaki itu menahan lengan Mina.

“tunggu!” Emilo sedikit berteriak. Ia melihat gadis itu. “kenapa?” wajahnya berubah lesu. Mina menatapnya. Mencoba memantapkan apa yang akan dikatakannya.

“ini rumit kak!” Mina mulai merasakan lelehan air mata di pipinya. “aku udah punya pacar.” Emilo tersentak.

Bagaimana mungkin?

Ia mundur beberapa langkah dari Mina.

“maafin aku kak. Hubungan kita tetap antara penggemar dan idola. Aku mencintai kakak, sebagai idolaku. Hanya itu. aku nggak bisa ninggalin pacar aku untuk kakak. Sekali lagi, maafin aku.” Mina berlari. Mencoba keluar dari suasana itu. mencoba keluar dari kerumitan itu. jujur. Ia memang menyukai Emilo. dan kalaupun Emilo akan jatuh hati padanya, ia pasti dengan senang hati menerimanya. Tapi semua itu dulu, disaat ia berpikir bahwa semua itu hanya mimpi. Disaat sebelum Rio muncul di kehidupannya. Dan disaat semuanya tak serumit ini. Ia tak akan pernah mengingkari hubungannya dengan Rio, walaupun ia sangat mengagumi, mencintai dan memuja Emilo. ia tak ingin menjadi penghianat. Ia tak ingin dibenci oleh orang yang mencintainya. Kali ini, ia tak tau lagi kelanjutan hubungannya dengan Emilo yang mulai dekat. Ia tak ingin memikirkannya. Memikirkannya sama saja dengan membuatnya gila perlahan-lahan. Ia terus berlari sampai akhirnya ia mendapatkan taksi dan pergi dari semuanya.

Emilo masih berada di posisi disaat Mina meninggalkannya. Matanya tetap dalam keadaan seakan baru saja mendengar semua perkataan Mina.

Bagaimana mungkin? Mengapa aku sebodoh itu?

Untuk kedua kalinya ia merasakan hal seperti ini. Ia salah menilai gadis itu.

Mengapa aku begitu ceroboh.

Ia masih berbicara dengan dirinya sendiri. ia berlutut dan menutupi wajahnya, mencoba mencari ketenangan. Namun semakin ia memejamkan matanya, semakin jelas wajah Mina dan Sandra terlintas di benaknya. ia tak tau harus berkata apa. mungkin bayangannya sendiri kini mampu menertawai kebodohannya. Kebodohannya tentang wanita.

Mina sampai dirumahnya. ia mencari Rio yang sedang menonton sebuah acara TV di ruang keluarga. Ia menghampirinya dan memeluknya. Rio terkejut namun tetap membalas pelukan Mina dengan perlahan.

“heei.. ada apa?” Mina mempererat pelukannya.

“aku cinta kamu Rio. Dan rasa itu nggak akan pernah hilang.” Celetuk Mina.

“apa? kamu kenapa Mina?” Rio melihat wajah Mina. “kamu nangis?”

“nggak ada apa-apa.” sangkal Mina. Aku cuma nggak mau kamu benci aku. Aku nggak mau kehilangan kamu.” Rengeknya. Rio tersenyum.

“aku nggak akan tinggalin kamu baby… untuk apa aku tinggalin bidadari secantik kamu?” Rio mencoba mencairkan suasana. Mina tertawa di tengah tangisannya. ia masih dan tetap memeluk Rio.

“biarin aku peluk kamu beberapa menit lagi Rio.” Pinta Mina. Rio menghela nafasnya dan menuruti kemauan Mina. Kelakuan Mina ini sangat aneh, hingga membuat Rio tersenyum sendiri. tak seberapa lama kemudian, gadis itu tertidur di pelukannya. Rio membawanya ke kamar milik gadis itu dan menidurkannya di tempat tidur dengan perlahan. Kakinya kini tak terlalu sakit untuk berdiri dan berjalan—walaupun masih tertatih-tatih. Ia melihat wajah polos itu. Dan ia kembali tersenyum geli.

“good night Mina.” Bisik Rio. Meski ia tau gadis itu takkan mendengarnya. Ia meninggalkan gadis itu. membiarkannya bermimpi indah tanpa gangguan.


Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Pagi mulai menjelang. Namun Sandra masih tetap berada di atas tempat tidurnya. Ia merasa sedikit pusing. Badannya panas. Ia tak akan bisa melakukan pemotretan hari ini. Beberapa kali handphonenya berdering. Namun Sandra tak mampu mengangkatnya. Ia kembali memikirkan Emilo. lelaki itu memberikan dampak yang dahsyat pada Sandra. Ia masih memikirkan kelanjutan hubungan mereka.

Apakah sekarang kita harus saling memberci?

Haruskah hubungan baik kita terhenti sampai disini?

Berjuta pertanyaan muncul di benaknya. tanpa sadar, air mata mengalir dari matanya. Hatinya terluka lagi. Sakit. Ia tak mengerti mengapa bisa sesakit ini. Pikirannya beralih pada Devano. Lelaki yang mencintainya. Ia tak ingin cintanya surut untuk lelaki itu. lelaki yang dengan tulus memberikan semua untuknya. Ia membalikan badannya kearah kiri. Cahaya matahari mulai merambat dari celah tirai jendelanya. Namun ia masih menyelimuti dirinya di dalam selimut. Setelah merasa lebih baik, ia bangkit dari tidurnya dan menelan 2 pil obat sakit kepala. Lalu memeriksa pesan-pesan dari handphonenya. Ada beberapa pesan dari Maya. Ia membalasnya dan mengatakan bahwa ia sedang sakit dan tidak bisa mengikuti pemotretan. Pesan kedua dari Devano. Lelaki itu mengajaknya makan malam hari ini. Sandra merebahkan tubuhnya kembali ke tempat tidur dan tak lama kemudian tertidur.

Waktu menunjukan pukul 11.00 pagi. Emilo masih berada di atas tempat tidurnya. Ia tak dapat memikirkan pekerjaannya. Ia tak dapat memikirkan music untuk saat ini. Hatinya sedang perih untuk kedua kalinya ia salah mengartikan cinta. Untuk kedua kalinya ia menjadi salah satu orang bodoh karena cinta. Handphone-nya bordering.

“halo?”

“lo dimana?” suara manager Emilo terdengar panik.

“di rumah.”

“dirumah? Gila lo ntar malem lo udah harus tampil!”

“batalin aja. Gue lagi sakit.” Jawab Emilo tenang.

“sakit? Lo kenapa? Perlu dokter?”

“nggak perlu.. gue Cuma butuh istirahat aja.”

“oke.. gue akan kasi tau orang disana kalo lo sakit, dan nggak bisa ikut acara itu.” Manager itu menutup telfonnya. Emilo menghela nafasnya dan mulai tertidur lagi. Tuhan. Beberapa hari terakhir ini ia tidak dapat memikirkan dirinya sendiri. Rambutnya acak-acakan. Kemejanya kusut dan tak pernah ia ganti dari beberapa minggu yang lalu—persis di moment dimana Mina meninggalkannya. Ia benar-benar terlihat seperti orang gila! Bahkan setiap malam ia selalu meneguk wisky-nya hingga tertidur. Ia berada di ujung kariernya. Ia tak pernah keluar rumah, dan menghabiskan waktunya didalam rumah hanya untuk melamun dan tidur. pada akhirnya, ia kalah dengan kekuatan cinta.

Sandra terbangun dari tidurnya. Peningnya kini hilang walaupun badannya masih lemah. Ia melihat jam di dinding—pukul 06.00. ia segera mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Devano. Tak lama kemudian Devano menjemputnya dan mereka segera pergi.

“aku pengen kamu tau betapa aku mencintai kamu, Sandra.” Devano mulai membuka pembicaraan. Sandra tersenyum, mencoba memberikan wajah terbaik untuk lelaki itu.

“aku tau, aku juga cinta kamu.” Sandra membalas kata-kata Devano. Tak disangka, dari pertemuan pertama mereka yang buruk, dan kini menjadi sepasang kekasih. Dari beberapa minggu yang lalu pemberitaan tentang hubungan Sandra dan Devano selalu menjadi berita terpanas. Di setiap gerak-gerik mereka kini selalu menjadi bahan incaran wartawan. Dan dengan otomatis pemberitaan hubungannya dengan Emilo lenyap. Para wartawan telah mencoba menghubungi Emilo, namun tak ada jawaban. Dan Emilo pun tak pernah terlihat lagi semenjak pemberitaan itu. bahkan tercipta isyu baru bahwa hubungan Emilo dan Sandra tak berjalan lancar, dan Sandra berpindah ke lain hati. Namun isyu tetaplah isyu. Cerita sebenarnya hanya mereka yang tau. Dan orang-orang di luar sana hanya bisa berkoar-koar memberitakan hal yang tidak benar.

Sandra meminum wine yang ada di depannya. Sejenak ia tak menyadari ada hal janggal. Namun setelah tegukan terakhir, ia merasakan ada benda aneh di dalam mulutnya. Benda bulat, berlubang dan bermata. Oh TIDAK! Itu cincin! Sandra segera mengeluarkannya. Benar saja. Itu sebuah cincin! Sebuah cincin permata! Sandra melihat Devano mencari penjelasan. Namun lelaki itu hanya tersenyum.

“marry me, Sandra.” Ucapnya. Sandra masih terbelalak. Ia tak menyangka secepat ini. Devano menggenggam tangannya. “Sandra?” tatapannya penuh harap. Sandra tak kuasa melihatnya. Bagaimana perasaan lelaki itu jika ia menolaknya. Ia tak ingin menyakitinya. Namun jauh di lubuk hatinya, ia ragu. Ia menatap wajah Devano yang penuh harap.

“its too fast..” Sandra mencoba menerangkan. “ but I do.” Lanjutnya. Devano tersenyum cerah. Ia memeluk Sandra erat. Dan memasangkan cincin itu di jari manis Sandra.

“thanks my lady.” Devano kembali memeluknya. beberapa saat lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri. Dan itu sangat dinantikan oleh Devano. Ia ingin melihat Sandra menggunakan gaun putih dan bersanding bersamanya di pelaminan. Ia bahagia. Ia sangat bahagia.

Mereka sampai di depan gedung apartemen Sandra.

“thanks for all Sandra.” Celetuk Devano. Sandra hanya tersenyum matanya hanya menatap ke bawah. Ia keluar dari mobil itu dan segera menuju ke apartemennya. Sesampainya di sana ia segera melempar tasnya dan merebahkan dirinya di sofa. Ia bingung. Benar-benar bingung. Apa yang sebenarnya ia rasakan? Apakah ia ragu dengan cinta Devano. Atau ini hanya perasaannya yang terlalu berlebihan? Ia menatap cermin di meja riasnya. Apakah pilihannya benar? Apakah Devano benar-benar bisa menjadi pujaan hatinya? apakah lelaki itu benar-benar akan menjadi jodohnya? Tanpa ia sadari, air matanya kembali mengalir di pipinya. Apakah ini air mata bahagia? Atau hanya air mata kesedihan? Ia tak mampu mengartikannya. Apakah ia benar-benar bahagia bersama Devano? Kembali berjuta pertanyaan bermunculan di benaknya. mengapa hidupnya menjadi seberat ini? Namun ia kembali menegarkan dirinya. Bahwa ia benar mencintai Devano. Bahwa ia sedang merasa sangat bahagia. Bahwa ia sangat yakin dengan cinta lelaki itu. bahwa pilihannya benar. Bahwa Devano adalah jodohnya. Dan pada akhirnya ia mendustai dirinya sendiri. ia menangis lagi di sudut ruangan. Menekuk kakinya dan memeluk badannya sendiri. ia merasa sangat sendiri. tak ada satu orang pun yang menanyakan apa yang sedang terjadi padanya. Ia seperti orang gila sekarang. Hidupnya benar-benar tak tenang, semenjak kehadiran Devano dan kebencian dari Emilo.

Emilo terbangun dari tidurnya. Ini masih jam 03.00 subuh. Ia berjalan kea rah cermin, melihat betapa menderitanya ia sekarang. Melihat betapa menyedihkan dan berantakannya dia sekarang.

“aku suka berkaca.”

“karena dari kaca, aku bisa mengetahui kekurangan dan kelebihanku. Dan aku bisa memperbaiki kekuranganku.”

Ia tersadar. ia mengingat kata-kata itu. Ia tersadar bahwa apa yang ia lakukan akhir-akhir ini salah. Ia harus bangkit lagi dan menjadi Emilo yang dulu. Emilo yang tegar dengan semua tantangan. Emilo yang mampu mengatasi semua masalah. Dan Emilo yang di kagumi orang-orang. Ia mulai memperbaiki dirinya. Mencukur janggut dan kumis yang mulai tumbuh dengan liar. Mencukur rambutnya yang mulai panjang dan membersihkan badannya. Ia membuka lemari besar tempat ia menyimpan semua pakaiannya. Ia memilih yang terbaik dan kembali menatap cermin.

“I’m back.” Bisiknya sendiri. ia tersenyum. Senyuman pertama setelah berminggu-minggu ia habiskan di dalam sangkarnya.

Waktu menunjukan 09.00. ia siap untuk take vocal dan show-shownya yang tertunda. Semua orang senang melihatnya kembali. Terlebih manager dan para penggemarnya. Setelah selesai melakukan take vocal, ada beberapa show di stasiun televisi. Baru saja ia keluar dari tempat ia melakukan take vocal, segerombolan wartawan menyerbunya. Mereka memotret, merekam dan beberapa diantaranya menanyakan hubungannya dengan Sandra. Ia hanya menebar senyum. Kacamata menutupi ekspresi matanya. Beberapa bodyguard segera melindunginya dari wartawan dan penggemar. Ia menghentikan langkahnya sejenak untuk memberikan tanda tangan atau sekedar foto bersama. Lalu kembali berjalan menuju mobilnya. Tak ingin melewati kesempatan, para wartawan itu mengikutinya sampai di tempat selanjutnya. Kembali lelaki itu diserbu, namun ia hanya tersenyum ramah, tanpa ada sepatah kata pun terlontar dari bibirnya. Sampai akhirnya ia lenyap dari pandangan para wartawan.

“my superstar come back!” celetuk managernya disela perjalanan mereka menuju ruangan interview di sebuah acara talkshow. Emilo hanya tersenyum.

“satu pertanyaan buat kamu, gimana nih kamu dengan Sandra?” tanya seorang wanita yang menjadi host di acara talkshow tersebut. “apakah kalian benar-benar mempunyai hubungan?” Emilo menatap wanita itu dalam-dalam. Sadar dengan tatapan itu, wajah wanita itu memerah malu.

“Sandra? Siapa Sandra? Saya nggak kenal sama yang namanya Sandra.” Jawab Emilo dengan datar. semuanya terkejut. Begitupun sang host. Namun beberapa saat kemudian Emilo tertawa. Dan suasana kembali mencair. “seperti yang saya bilang, saya dan Sandra hanya berteman. Nggak lebih. Dan hubungan kita baik-baik aja kok sekarang.” Ia tersenyum ramah.

“nahh.. kenapa nih sekarang kita nggak pernah ngeliat kalian jalan bareng lagi? Biasanya kan kalian selalu dekat. dimana ada Emilo pasti ada Sandra.” Tanya sang host lagi.

“kalian tau lah.. Sandra kan udah punya pacar, ya nggak mungkin kita sering jalan bareng lagi, gimana ntar pacarnya bilang?”

“apa nggak ada alasan lain.” Sang host mencoba mengulik informasi sedalam-dalamnya.

“nggak ada.” Emilo menegaskan. Namun senyum ramah tetap terpancar dari wajahnya.

“okey.. terima kasih Milo udah hadir di acara kita. Dan sudah waktunya kita untuk undur diri pemirsa.. thanks for watching and bye-bye.” Acara itu pun selesai. Emilo keluar dari gedung itu. dan kembali para wartawan mengejarnya. Ia baru tau bahwa putus hubungannya dengan Sandra telah menjadi pemberitaan utama dimana-mana. Namun ia tetap bungkam di setiap pertanyaan wartawan. Mereka hanya mendapatkan gambar dan rekaman dari Emilo. Tanpa kata-kata, hanya senyuman.

Beberapa hari berlalu. Sandra, Emilo dan Mina sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sampai akhirnya Sandra dan Emilo bertemu di sebuah acara penghargaan. Sandra melihatnya sedang berjalan di red carpet dengan blitz-blitz dari camera para wartawan. Ia masih terlihat cemerlang, Memukau semua orang. Seakan masalah antara mereka tak menjadi beban baginya. seorang pembawa acara mewawancarainya tentang acara itu. Emilo menjawabnya lancar dengan senyuman penuh. Tanpa sadar, Sandra tersenyum. Merasa bahagia, Emilo masih bisa tersenyum. Lelaki itu memasuki area tempat duduk untuk para nominasi yang terpilih. Disana ada beberapa artis lainnya. Salah satunya adalah Sandra. Untuk kali ini, tak ada Devano di sampingnya. Lelaki itu sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya di V magazine. Tanpa disengaja, mata mereka bertemu. Mereka cepat-cepat mengalihkan mata mereka masing-masing. Kejadian itu terjadi berulang-ulang. Sampai akhirnya diakhir acara, Sandra memberanikan diri untuk mendekati lelaki itu. Emilo tak melihatnya. Ia sedang berbicara dengan rekan sesama artis lainnya. Saat Sandra muncul. Artis-artis lainnya segera pergi—memberi ruang untuk mereka berdua. Emilo sedikit terkejut, namun tak menghilangkan kharismanya sebagai pujaan wanita. Ia menatap Sandra dengan penuh benci. Namun beberapa detik kemudian ia memilih untuk memasang wajah datar. Sandra memeluknya.

“Maafin aku Milo.. maafin aku.” Matanya mulai sedikit berair. Untuk beberapa detik Emilo tak melakukan pergerakan apa-apa. Namun setelah mendengar isak tangis Sandra di dadanya, hatinya luluh. Ia membalas pelukan wanita itu dan membisikannya sesuatu.

“maafin aku juga.. aku tau aku salah.. maafin aku.” Emilo semakin memeluknya erat. Moment ini tak disia-siakan oleh para wartawan. Beberapa diantaranya memotret keduanya dari kejauhan. Sesampainya di luar, mereka segera dihujani pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya hubungan mereka.

“seperti yang kita bilang dari dulu, kami hanya bersahabat nggak lebih.” Jawab Emilo. keduanya mulai ber-akting seolah mereka sedang berada di dalam suatu cerita.

“terserah deh sekarang. Kita narasumbernya. Kalo kalian masih nggak percaya, ya kita harus bilang apa lagi?” tambah Sandra. Dan mereka akhirnya menjauh dari kekacauan itu.

Mereka menuju ke sebuah tempat. Tempat yang agak sepi. Jadi tak ada yang mengetahui siapa sebenarnya mereka.

“aku akan menikah.” Emilo tersentak. Namun tetap mencoba untuk tampil tenang.

“baguslah..” jawabnya singkat.

“aku mau kamu ada disana.” Sandra membujuk lelaki itu.

“Sandra..” Emilo mencoba merangkai kata-kata. “aku nggak akan bisa.”

“Milo.. kamu sahabat aku..” Sandra memegang tangan lelaki itu.

“aku tau!” Ia sedikit membentak. “aku tau..” nadanya menghalus. “aku tau…” oh Tuhan, ia harus menjauh dari wanita ini jika ingin kewarasannya kembali.

Sekian perbincangan mereka di tempat itu. beberapa hari lagi, hari yang membahagiakan itu akan terjadi. Hari itu semakin mendekat. Perlahan tapi pasti.

Pagi di rumah Emilo—lelaki itu baru saja melakukan jogging di sekitar rumahnya. Ia melihat sebuah undangan di depan pintu rumahnya. Ia memunggutnya. Itu dari Sandra dan Devano. Tentang pernikahan mereka. Mereka mengundangnya. Ia masuk kedalam rumahnya dan merebahkan dirinya di sofa. Bagaimana mungkin ia melihat orang yang ia cintai berada di samping lelaki lain yang akan saling memasang cincin? Sehancur apa hatinya nanti? Ia sudah memantapkan keputusannya. Ia tak akan membuat dirinya sendiri menderita dengan melihat wanita itu bersanding dengan lelaki lain. ia tak ingin terluka lagi. Sudah cukup baginya menemani wanita itu. kini Sandra telah mempunyai pilihan yang mantap. Dan ia tak bisa memaksa wanita itu untuk mencintainya. Cinta memang tak harus memiliki.

Siang itu sangat ramai. Beberapa wartawan telah duduk manis di tempatnya masing-masing. Tak lama kemudian, Sandra dan Devano muncul. Segera para wartawan itu mengambil gambar mereka berdua. Mereka duduk di depan para wartawan menjadi pusat yang perhatian. Sandra terlihat sedikit pucat. Ia merasa agak pusing. Sedangkan Devano hanya memberikan senyuman lebar kepada para wartawan.

“Hari ini, Sandra dan kekasihnya, Devano, akan mengumumkan sesuatu.” Ujar Maya yang berada di samping Sandra. Jepretan demi jepretan masih di arahkan ke arah sepasang kekasih itu. namun beberapa di antaranya memilih untuk diam dan mendengarkan Maya, manager Sandra.

“Hari, Sandra dan Devano akan mengumumkan tanggal pernikahan mereka.” Belum habis kata-kata Maya terlontar. Para wartawan telah riuh memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Sandra semakin mual. Namun wanita itu tetap memberikan senyumnya yang terbaik.

“mudah-mudahan, kalo semuanya lancar, 2 minggu lagi saya dan Sandra akan menjadi suami istri.” Ujar Devano yang mulai memimpin pembicaraan.

“dimana tepatnya resepsi akan dilakukan?”

“bulan madunya akan dilakukan dimana?”

“apa wartawan bisa masuk ke resepsinya?” pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut-mulut para wartawan yang tak sabar dengan pernikahan itu. Devano mencoba menjawabnya dengan tenang dan se-ramah mungkin. Sandra terlihat lebih diam dan hanya tersenyum walaupun terlihat terpaksa.

“Sandra, katakan sesuatu.” Ujar seorang wartawan. Wanita itu tersadar bahwa dari tadi ia tak mengatakan apa-apa. “bagaimana dengan Emilo, Sandra? Apakah dia akan hadir di acara pernikahan?”

Mina tersentak. Ia ternganga melihat layar telivisinya.

Sandra akan menikah?

Gimana perasaan kak Emilo??

Benaknya. ia prihatin dengan lelaki itu. lelaki yang ia tolak mentah-mentah. ‘menolak Emilo sama saja dengan membuang segulung uang.’ Pikirnya. Namun apa daya. Ia harus mentaati peraturan dari sebuah rasa yang bernama cinta. Ia harus setia dengan apa yang ia pilih terlebih dulu. Kini ia melihat Sandra dan Devano beserta managernya berjalan keluar dari ruangan conferensi pers itu dan tayangan dihentikan.

Disepanjang jalan, Sandra hanya terdiam.

“kamu kenapa?” tanya Devano. Wanita itu sedikit menunduk.

“nggak apa-apa, aku cuma sedikit pusing.” Jawab Sandra. Wajahnya kini benar-benar pucat. Make up setebal apapun tak akan menyembunyikannya.

“kamu harus ke dokter, Sandra. Kamu udah pusing dari seminggu yang lalu kan?” Devano sedikit kalut.

“aku baik-baik aja Van.. aku Cuma butuh istirahat.” Jelas Sandra.

“apa kita perlu mengundurkan tanggal pernikahan? Kamu harus sehat di hari pernikahan kita” lelaki itu terlihat prihatin dengan ke adaan Sandra. Sandra menatapnya karena terkejut dengan pertanyaan kekasihnya.

“jangan berlebihan. Aku akan baik-baik aja di hari pernikahan kita.” Sandra mencoba menenangkan Devano.

“ya udah… mulai sekarang, kamu jangan terlalu banyak beraktivitas. Kamu harus istirahat yang banyak, supaya kamu bisa tampil cantik di pernikahan kita nanti.” Devano sedikit merayunya untuk mencairkan suasana. Mereka sampai di apartemen Sandra. Devano mengantar wanita itu sampai di depan pintu apartemennya. Sandra segera masuk. Mengunci pintu. Menuju ke dapur. Mengambil segelas air. Dan menangis. Mengapa ia merasa pernikahan itu begitu menyiksanya? Mengapa ia tak bisa membohongi perasaannya seperti yang dilakukan Emilo dengan mudah? Apakah ini yang dirasakan Emilo ketika lelaki itu memendam perasaannya? Tangisnya semakin menjadi. Namun tak ada yang mendengarnya. ia terduduk tak berdaya di samping counter-counter yang berjejer rapi. Ia sendiri di dalam apartemen mewah itu. tak ada yang dapat menghentikan tangisnya selain dirinya sendiri, atau karena ia lelah untuk menangis.


<!--> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

EMILO AKAN GO INTERNASIONAL.

Berita itu sempat menjadi berita terpanas mengalahkan berita pernikahan dari Sandra dan Devano.

“ apakah benar katanya kamu akan go internasional?” seorang host menanyakannya saat acara talkshow dimulai.

“ya. Mungkin beberapa hari lagi saya harus ke L.A untuk mengurus Musik Video yang akan diedarkan disana dan di Indonesia. Saya harap semuanya lancar.” Emilo mengukir senyumnya.

“wah, kayaknya Emilo akan jadi salah satu artis Indonesia yang akan sukses go internasional nih, kira-kira apa aja sih persiapannya?” host kembali bertanya. Beberapa penonton terlihat kagum dengan kemajuan Emilo.

“cukup banyak ya, mungkin nggak bisa disebutin satu-satu.” Emilo tertawa. “yang pasti persiapannya udah kita lakukan dari bulan-bulan kemarin ya, dan saya juga sempat luncurin single di sana dan hasilnya cukup memuaskan.” Jelas Emilo.

“nah sekarang lagi beredar rumor tentang pernikahan Sandra dan Devano. Sebagai sahabatnya Sandra nih.. gimana perasaan kamu.” Host itu memancingnya. Wajahnya yang berseri segera berubah. Namun hal itu tak terlihat jelas bagi para penonton.

“ya pastinya ikut senang ya.. dia udah dapet pasangan dan bentar lagi nikah.”

“bicara soal pasangan, kapan nih seorang Emilo akan memperkenalkan pacarnya ke publik? Dari dulu kan kita Cuma dapet rumor nih.. kamu deket sama si A lah si B lah.. yang asli yang mana sih?” tingkah host itu mulai sedikit kocak. Emilo mencoba tersenyum.

“untuk saat ini saya cuma mau ngurus karier dulu. Untuk masalah pacar nanti bisa dicari.” Jelasnya.

“apa kamu takut kalo kamu punya pacar lalu karier kamu menurun?”

“nggak! Nggak sama sekali. Ini pure.. saya memang belum dapet cewek yang saya mau.” Jawab Emilo sedikit panik dan tertawa.

“oke, kita balik ke masalah pernikahan Sandra dan Devano. Mereka bentar lagi kan mau nikah nih.. dan kamu bentar lagi bakal ngurus go internasional kamu.. kira-kira kamu bisa datang nggak ke acara pernikahan Sandra?”

“um, saya nggak tau bisa datang atau nggak. Tapi karena berdekatan dengan jadwal saya ke L.A, mungkin saya nggak bisa datang. Saya sempat bilang kok ke Sandra. Dan dia nggak apa-apa.” jelas Emilo. pertanyaan demi pertanyaan pun mulai bermunculan lagi. Emilo sedikit kesulitan untuk menjelaskan jawaban dari pertanyaan host itu. namun sejauh ini, ia masih bisa membelokan pertanyaan yang tak ingin ia jawab.

Acara itu selesai. Ia berada di sebuah taman bermain di pinggir kota. Ia masih ingat tempat itu. tempat dimana ia sering menghabiskan waktunya bersama Sandra sepulang sekolah. Mengerjakan tugas atau hanya sekedar bercerita. Terlalu banyak kenangan di tembat ini. Dan Emilo tidak dapat memusnahkan semua itu dari pikirannya. Ia duduk di sebuah ayunan. Beberapa helai rambut menutupi wajahnya ketika angin sore mulai berhembus. Dengan menggunakan sweater dan Syal, sore itu terasa dingin. Sedingin hatinya yang kian menjadi. Sebentar lagi, tempat ini akan benar-benar menjadi kenangan untuknya. Ia tak akan pernah mengunjungi tempat ini. Tempat apapun yang akan memberikannya kenangan tentang Sandra. ‘Tak ada yang salah dalam menunjukan bahwa kamu mencintai seseorang, yang salah adalah mengharapkan ia untuk melakukan hal yang sama.’ Memang benar. Dan Emilo menyadarinya.

Hari berganti dengan hari. Malam berganti dengan malam. Hari itu kian mendekat. Hari penentuan yang harus dipilih Sandra. Hari yang akan menjadi hari yang paling membahagiakan, atau akan menjadi hari yang sangat menyedihkan. Kini tinggal satu hari lagi menuju pelaminan. Dan Sandra semakin ragu dengan keputusannya. Pintu apartemen Sandra diketuk. Sandra sedikit membukanya. Seorang gadis berada di depan matanya. Sandra tak mengenalnya.

“ada sesuatu yang ingin aku katakan.” ujar gadis itu. Sandra merenung sejenak. Ia menatap wajah gadis itu dalam-dalam.

“silahkan masuk.” Mereka masuk. Sandra mempersilahkan gadis itu duduk di sofanya.

“aku Mina.” Ujar gadis itu.

“oh.. ya.” Jawab Sandra asal. “ada apa ya?” Sandra mencoba untuk seramah mungkin.

“Aku.. aku cuma.. aku nggak tau bagaimana cara menjelaskannya kak.” Mina berusaha menenangkan kekalutannya. Sandra mengerutkan keningnya, namun tetap tersenyum.

“ada apa? Kenapa tiba-tiba datang kesini?” suasana sunyi sejenak. Sandra membiarkan gadis itu berpikir.

“apa yang sebenarnya kakak rasakan jika bersama Milo?” celetuk gadis itu. ia berusaha menjelaskan semuanya dengan kalimat awal seperti itu.

“apa?” Sandra memastikan pendengarannya.

“aku bilang, apa yang sebenarnya kakak rasakan jika bersama Milo, Emilo, orang yang sangat dengan kakak?” Sandra terdiam. Tubuhnya merunduk.

“apa yang kamu bicarakan?”

“aku mau jawaban kak.” Tegas Mina. Sandra kembali terpuruk.

“aku nggak tau.” Ia berusaha mengelak.

“sampai kapan kakak akan membohongi diri kakak sendiri?” Mina sedikit emosi. Oh tidak! ia sedang membentak seorang super model! “mungkin kita memang baru bertemu. Tapi aku tau kak. Aku tau di setiap kakak memandang Milo, aku tau di setiap kakak tersenyum padanya, ada sesuatu. ada sesuatu yang sampai sekarang kakak belum tau artinya.” Jelas Mina.

“apa maksud kamu? Kamu nggak tau apa-apa tentang hubungan aku dengan Emilo.” sangkal Sandra.

“aku tau kak! Aku tau perasaan Milo terhadap kakak melebihi seorang teman. Aku tau semua tentang kalian. Aku tau betapa sakitnya hati Milo saat melihat kalian berpacaran. Dan kakak hanya bisa menipu diri kakak sendiri. menipu perasaan Milo dan menyakitinya!” Sandra terdiam kembali. Ia tak tau harus mengatakan apa lagi untuk menyangkal semuanya. Ia menatap Mina dengan matanya yang mulai memancarkan kesedihan. “aku mungkin nggak tau apa yang sebenarnya kakak rasakan. Tapi apa kakak bisa menghargai perasaan Milo? Perasaan yang dia sembunyikan sejak SMA. Sulit kak! Sulit untuk melupakan semua itu. dan sekarang kakak akan membunuhnya dengan cara menikahi pria itu?” Kata-kata Mina semakin sinis. Emosinya memuncak. “kakak harus tau betapa Milo mencintai kakak!”

“STOP! Keluar kamu!!” Sandra memotong kata-kata Mina. Mina terkejut dengan nada bicara Sandra yang sedikit berteriak. Secara reflek, ia bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju pintu keluar.

“dan asal kakak tau, Milo sempat mengatakan cintanya padaku. Dan aku menolaknya. Karena aku nggak mau kalo hanya menjadi pelarian untuknya.” Mina menegaskan kata-katanya. Ia sampai di depan pintu keluar. “dan satu lagi.” Kata-katanya mulai menghalus. “Hidup itu seperti drama. Dan kita bisa memilih untuk menjadi pemainnya, atau hanya menjadi penonton.” Mina keluar dari tempat itu. kata-kata terakhir dari Mina menggema di telinga Sandra

Menjadi pemainnya atau hanya menjadi penonton.

Untuk kesekian kali, air matanya tumpah. Mengapa gadis itu datang disaat pikirannya penuh dengan kebimbangan? Ia sungguh tak mengerti apa yang ia rasakan. Apa yang sebenarnya ia rasakan terhadap Emilo.

Mina berjalan menuju parkiran gedung apartemen milik Sandra. Rio menunggunya di mobil.

“bagaimana?” Tanya rio. Ia kini terlihat lebih sehat. Dan kakinya kini telah membaik.

“aku nggak tau.” Mina bergumam. “aku nggak tau apa dia bisa percaya aku.”

“percayalah.. dia pasti bisa menentukan pilihan hatinya.” Rio mencoba menenangkan Mina. Bagaimana mungkin Mina bisa tenang? Emilo sudah seperti kakak baginya. dan kini lelaki itu hampir gila karena Sandra.

“tapi aku takut Yo..” celetuknya di tengah perjalanan. Rio menoleh kea rah Mina. “aku takut ngerusak pernikahan mereka. Apa tindakan aku benar??”

“lakukan apa yang menurut kamu benar. Aku dukung kamu sepenuhnya. Lagian, kamu sama sekali nggak ngerusak pernikahan mereka. Kamu hanya memberikan memory ke Sandra, supaya dia bisa lebih memikirkan semuanya matang-matang. Iya kan?” Jelas Rio. Mina terdiam. Lalu beberapa menit kemudian mulai berkata lagi.

“aku bertemu sama Devano. waktu aku keluar dari apartemen Sandra, dia persis berdiri di depanku.”

Hari yang dinanti tiba. Hari penikahan itu tiba. Sandra mencoba menguatkan dirinya. Ia mencoba berpikir positif dan mulai bersandiwara lagi. Ia sedang bercermin, melihat penampilan dirinya menggunakan gaun putih itu—masih dan akan selalu terlihat anggun. Sebuah rangkaian bunga putih digenggamnya erat-erat dengan tangannya.

“kamu terlihat cantik.” Ujar Maya. Sandra tak menyadari wanita itu telah berada di belakangnya. Sandra tersenyum. Tak lama kemudian ibu dan ayahnya datang. Sandra memeluk keduanya.

“astaga, sayang kamu terlihat sangat cantik.” Ujar ibunya. Sandra memeluknya.

“Mama bahagia?”

“Mama bahagia jika kamu bahagia sayang.” Ibunya memancarkan senyuman.

“ayah menemukan ini dirumah.” Ayahnya memberikan sebuah kotak. Terlihat sudah lama. Masih ada beberapa debu yang belum dibersihkan disana. Sandra mengambilnya. Dan saat melihat warna kotak itu, ia teringat akan masa SMAnya. Kotak itu adalah kenang-kenangan di masa SMAnya. Ia tersenyum pada ayahnya.

“makasi yah.”

“hati-hati, masih sedikit berdebu. Jangan sampai tergores di gaunmu.” Sandra kembali tersenyum

“berapa lama lagi?” tanya Sandra pada Maya. Ia masih merapikan gaunnya yang sedikit terlipat.

“sebentar lagi.” Jawab Maya. Lalu menghilang dari ruangan itu. Sandra duduk sedikit jauh dari ayah dan ibunya. Ia butuh ruang untuk sendiri dulu. Perlahan, ia membuka kotak itu. disana berisi beberapa kertas dari teman-temannya. Beberapa gambar teman-temannya. Dan terlebih lagi Emilo. lelaki itu ada di setiap gambar milik Sandra. ia baru menyadari hubungannya yang sangat dekat itu. sesaat air matanya seakan ingin tertumpah lagi namun ia menahannya.

“Hidup itu seperti drama. Dan kita bisa memilih untuk menjadi pemainnya, atau hanya menjadi penonton.”

Ia kembali teringat kata-kata itu. wajahnya yang ceria tak dapat ia dustai lagi. Jujur, ia belum ingin menentukan keputusan. Tapi ia juga tak ingin membuat Devano hancur. Ia tak ingin menyakiti lelaki itu. ia tak tau apakah keputusannya benar atau sebaliknya. Ia tak tau apakah ini yang terbaik untuk hidupnya atau tidak. Dan ia masih belum menemukan perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan saat berada di dekat Emilo.

Superstar.. aku membutuhkanmu.

Benaknya. ia tak mengerti mengapa hatinya begitu sakit saat mengatakan kata-kata itu. apakah ia benar-benar menginginkannya? Apakah hatinya menentang tindakannya? Ia sungguh tak mengerti.

Klak!

Suara pintu terbuka. Sandra sedikit kaget.

“siap di tempatmu. Kita mulai 2 menit lagi” ujar Maya. Sandra menghela napasnya dan sesaat kemudian mengangguk.

“astaga kau akan menikah.” Ujar ayahnya sambil menutup kerudung dari gaun Sandra.

“ya. Papa bahagia?”

“tentu sayang.” Jawab ayahnya. Mereka mulai berjalan. Beberapa undangan melihatnya. Mereka melihat kecantikannya saat berjalan bersama ayahnya. Dan di ujung sana, Devano telah menantinya. Wajah lelaki itu sedikit berubah. Apakah ia tegang? Mereka mulai berjalan menuju arah Devano berdiri.

“Aku mencintaimu”

“jangan dijawab. aku nggak meminta jawaban kamu.”

“bagaimana dengan Emilo, Sandra? Apakah dia akan hadir di acara pernikahan?”

“apa yang sebenarnya kakak rasakan jika bersama Milo?”

“kakak hanya bisa menipu diri kakak sendiri. menipu perasaan Milo dan menyakitinya!”

“dan sekarang kakak akan membunuhnya dengan cara menikahi pria itu?”

Kata-kata dari orang-orang itu saling bersahutan di telinga hati dan pikirannya. Ia tak dapat mendengar alunan musik yang mengiringnya menuju Devano. Ia sibuk menghilangkan kata-kata itu dari benaknya. Ayahnya melepasnya saat mereka sampai di samping Devano. lelaki itu tampak kaku.

“Devano Arya Wijaya, apakah kamu bersedia menikahi…”

“aku tidak bersedia.” Devano memotong kata-kata lelaki tua itu. Wajahnya kaku. Ia terlihat tak seperti biasanya. Semuanya terdiam. Entah karena terkejut atau bingung. “aku membatalkan pernikahan ini.” Semua undangan saling menatap seperti menanyakan ‘apa yang terjadi?’. Sandra menatap lelaki itu berusaha mencari sebuah jawaban. Sebagian dari hatinya hancur. Namun sebagian besarnya lagi merasa seperti terbebas dari jeratan yang membelenggunya.

“kenapa Vano?” Sandra memelas.

“aku dengar semuanya Sandra, pembicaraan antara kamu dan gadis itu. aku dengar semuanya.” Devano menatapnya dalam-dalam. “kamu harus memilih siapa orang yang sebenarnya kamu cintai.” Jawab lelaki itu datar—sedikit berbisik. Ia menatap Sandra dengan tulus. Seolah tegar untuk menghadapi apa yang akan terjadi. “aku nggak mau bertengkar seumur hidup. Kamu juga nggak mau Sandra. Aku menyerah.” Suasana semakin sunyi. Mereka seolah melakukan adegan film yang sangat menegangkan. Semua mata terarah pada mereka berdua. “Aku tau, aku bukan lah orang yang benar-benar kamu cintai. Aku merasakannya. Kita berbeda. Kita menginginkan hal yang berbeda. Kau tau, itu benar kan?” Devano menjelaskan semuanya pada Sandra. Sandra menatap mata lelaki itu dalam-dalam. Tak ada kemarahan di mata itu. tak ada rasa benci untuknya. Yang ia temukan hanya ketulusan, cinta dan pengorbanan.

“Hidup itu seperti drama, kita bisa memilih untuk menjadi pemainnya, atau hanya menjadi penonton.”

Kembali kata-kata itu menggema di pikirannya.

Aku harus bertindak, sebelum aku menyesali perbuatanku sendiri.

Benaknya. Sandra mengangguk perlahan.

“aku tau.” Jawabnya. Mereka berpelukan. “maafin aku Vano.” Bisiknya di telinga lelaki itu.

“jika aku dan kamu benar-benar cocok, maka kita akan menikah.” Jelas Devano. “tapi ternyata tidak” lelaki itu merasa pilu sangat mengatakan kata ‘tidak.’. Ia melepas pelukannya di pinggang Sandra. “pergilah.” Sandra masih menatapnya. Namun langkahnya mulai menjauh. Menjauh. Dan berlari meninggalkan tempat itu. Devano terus memperhatikannya dengan wajah tegar. Senyum tersungging dari ujung bibirnya. Melihat orang yang ia cintai bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.

Di luar penuh dengan wartawan. Dan mereka terkejut melihat Sandra yang menangis keluar dari tempat pemberkatan dengan masih menggunakan gaun pengantinnya. Ia segera diserbu, namun para bodyguard dan security keamanan segera melindunginya. Ia bergegas masuk kedalam mobilnya.

“Sandra!” Maya memanggilnya. “kamu mau kemana?” Sandra menatapnya dan sedikit tersenyum.

“aku akan cari jawaban dari semua yang aku rasain.” Ia menutup pintu mobilnya dan segera melaju dengan kecepatan tinggi. Para wartawan segera mengikutinya. Sandra menuju arah rumah Emilo. ia tak mampu menjelaskan perasaannya. Semuanya terasa berbeda disaat Devano melepaskannya. Seakan ia merasa bebas. Bebas untuk menentukan pilihan hidupnya. Ia tak menyangka akan merasakan hal yang sulit untuk dijelaskan ini. Ia bahagia, tapi juga sedikit tegang menuju rumah Emilo. ia sampai dirumah itu. baru saja ia mengentikan mobilnya. Ia melihat mobil Emilo keluar dari garasi dan langsung meluncur keluar. Ia kembali meng-gas mobilnya dan mengejar mobil Emilo. Emilo sudah berada agak jauh dari pandangan Sandra. ia semakin mempercepat laju mobilnya. Dan sampai akhirnya ia dapat menyusulnya. Ia berusaha menghentikan mobil Emilo dengan menghadangnya dari depan. Namun pemikirannya salah! Mobil Emilo malah menabrak mobilnya. Emilo terkejut. Ia tak menyangka mobil itu akan menghadangnya. Tubuh Sandra sedikit terhempas di dalam mobil. Kedua mobil itu berhenti. Asap mulai berterbangan di antara mobil Emilo dan Sandra. Emilo keluar dari mobilnya. Ia hanya merasakan dahinya sedikit berdarah. Tak lama kemudian Sandra keluar dengan gaun pengantinnya. Ia menatap Emilo, tak menyangka ia masih bisa melihat wajah itu. Emilo terkejut. Kenapa wanita itu bisa berada di sini? Ia menghampiri wanita itu.

“Sandra? kamu nggak apa-apa?” Sandra langsung memeluknya erat. Emilo semakin terkejut. “apa yang terjadi?”

“aku harus memilih siapa yang sebenarnya aku cintai, Milo.” Jawab Sandra. Emilo sedikit bingung. Namun ia mulai mendapatkan jawaban. Ia tersenyum tak percaya.

“Aku cinta kamu, Emilo, my superstar.” Jawab Sandra lugas. “maaf aku udah nyakitin kamu. Aku benar-benar belum mengerti apa yang sebenarnya aku rasain.” Emilo tersenyum menatap Sandra dalam-dalam. Untuk pertama kalinya ia merasakan ketulusan cinta di mata wanita itu.

“dan sebenarnya aku nggak harus bilang ini untuk kedua kalinya.” Senyum Emilo semakin melebar. “Aku juga cinta kamu, Sandra, my super model.” Mereka kembali berpelukan.

“bodoh. Kenapa harus nabrak mobilku?” canda Sandra.

“kamu yang bodoh. Kenapa harus hadang mobilku?” balas Emilo. keduanya tertawa. Blitz demi blitz mengabadikan kejadian itu. pelukan mereka, senyuman mereka, semua telah terekam di semua kamera milik wartawan-wartawan itu. Mereka baru menyadarinya dan hanya menanggapinya dengan senyuman cerah.

Cinta memang rumit. Terkadang kita memendam perasaan itu hingga merasukk dalam di lubuk hati kita. Dan setelah itu, rasa itu mulai mengoyak hati kita menjadi amat sangat perih. Namun tak ada yang salah dalam mencintai seseorang, yang salah adalah mengharapkannya untuk melakukan hal yang sama. Terkadang, hal yang bisa kita lakukan adalah bertahan, tak peduli bagaimana sakitnya, karena lebih sakit jika kamu kehilangannya. Di dalam sebuah cinta, harus ada pengorbanan, rasa sakit, perih, tangisan, dan kebahagiaan. Itulah yang ada di dalam sebuah cinta yang sebenarnya, bagaimana cara kita untuk bertahan di dalam semua rasa itu. Satu hal yang telah terjadi adalah cinta yang tulus adalah cinta yang lebih banyak terpendam di dalam hati. Kamu tak akan pernah tau seberapa tulus seseorang mencintaimu, sampai kamu melihat seberapa tulus ia mencintaimu dalam kondisi terburukmu. Tak ada pelangi tanpa hujan. Tak ada cinta sejati tanpa tangisan.

THE END